SEORANG ASRUL SANI (ALM.) DI MATA SAYA (Ungkapan Cinta Murid Kepada Guru Lewat Sebuah Catatan Narsistik)

Posted: May 29, 2010 in Uncategorized
Tags: , , , , , ,

1970-asrul-sani (courtesy of picasaweb.google.com)

Jika ada seseorang bertanya, “Apa arti seorang Asrul Sani bagi anda?” maka akan saya jawab: “Beliau adalah guru analisa film saya yang pertama.” Ya, beliaulah yang pertama kali mengajarkan pemahaman tentang film kepada saya, meskipun seumur hidup saya bahkan tidak sekalipun sempat berbincang langsung dengan beliau (lho kok?). Yang terakhir ini memang merupakan satu dari sekian banyak hal yang sangat saya sayangkan dalam kehidupan saya.

Kisahnya berawal dari salah satu toilet di Fakultas Seni Pertunjukan (FSP-IKJ). Waktu itu saya masih tercatat sebagai mahasiswa jurusan Kajian Seni Pertunjukan (KSP) di Fakultas tersebut. Suatu hari saya hendak buang hajat kecil, seselesainya, tanpa disengaja saya menemukan sebuah buku yang teronggok begitu saja  di atas kusen pintu toilet. Mungkin tak sengaja tertinggal oleh pemiliknya yang sedang tergegas, atau—melihat penampilan fisiknya yang sudah begitu lusuh—sudah tak lagi diperlukan. Entahlah…

Dilihat dari penampilan fisiknya, buku itu terlalu sederhana, bahkan sejujurnya tidaklah begitu menarik. Halaman sampulnya hanya jilid kertas karton biasa, warnanya yang semula agaknya hijau mentah itu, sudah tak jelas lagi, kumal dan compang-camping, sudut-sudut lelembarannya pun sudah pada keriting. Pada halaman sampul tertulis judul dalam huruf tebal-tebal; Cara Menilai Sebuah Film (The Art of Watching Film), Joseph M. Boggs, terjemahan Drs. Asrul Sani. Penerbit Yayasan Citra. Terdapat juga sebuah gambar ilustrasi seorang lelaki berlari dikejar pesawat ‘capung’, yang dicuplik dari salah satu frame “North by Northwest”-nya Alfred Hitchcock.

Awalnya saya sempat ragu-ragu, dan meletakannya kembali pada tempat semula, sebab saya sadar kalau buku itu milik orang lain, lagi pun penampilan fisiknya lebih terkesan sebagai barang yang tak berharga. Namun sejurus kemudian, ada hal yang menggelitik rasa ingin tahu saya. Nama Asrul Sani terus saja terngiang di dalam pikiran saya saat itu, nama besar beliaulah yang begitu menggetarkan rasa penasaran saya. Sebenarnya sudah sejak lama saya mengagumi beliau, manusia yang dianugerahi tuhan dengan multi talenta itu, jadi, buku yang diterjemahkannya tentulah bukan sembarangan, demikian ramal saya. Akhirnya, setelah berjalan beberapa langkah saya putuskan untuk kembali lagi dan mengambilnya.

Saya langsung mulai membaca halaman demi halaman. Penampilan fisik halaman-halaman isi buku itu tak berapa beda dengan sampulnya, buku itu lebih tepat  disebut hasil fotokopian ketimbang buku hasil cetakan, di dalamnya juga terdapat beberapa gambar ilustrasi, kebanyakan adalah potongan frame yang dicomot dari adegan-adegan suatu film, tetapi gambar-gambar tersebut memiliki kualitas yang terbilang buruk, seperti layaknya hasil mesin fotokopi murahan. Ajaibnya, saya justru jadi semakin tertarik setelah membaca beberapa lembar halaman pertama, kali ini saya benar-benar berniat untuk memilikinya.

Muncul sebentuk rasa gelisah di hati saya, sebab itu sama saja halnya dengan ‘mencuri’ milik orang lain, pikir saya, namun rasa keingintahuan yang sangat besar telah mendorong saya untuk tetap melakukannya. Pada pojok kanan atas halaman paling depan buku itu tertulis sebuah nama, mungkin itu nama pemiliknya, tapi kemudian, untuk menghapus jejak, nama itu saya samarkan dengan tinta pena—semoga Tuhan menganugerahkan pahala yang besar kepada pemiliknya dan semoga dia memaafkan kesalahan saya, Amin.

Dari buku itulah kemudian saya mulai belajar memahami sebuah film. Kesukaan saya kepada ‘gambar bergerak’ sebenarnya sudah dimulai sejak masih SD. Saya masih cukup ingat bagaimana rasanya dimarahi ibu, beliau mendapat laporan dari guru wali kelas, katanya saya sering tidak mengikuti pelajaran di kelas, sebaliknya malah asyik bermain sendiri dengan me-‘render’# sudut-sudut halaman buku yang saya gambari orang-orangan, ketika ibu memeriksa buku-buku saya, beliau mendapati hampir semua buku (baik buku tulis maupun buku pelajaran), sudut-sudut bagian luar halamannya saya gambari dengan orang-orangan. Sejak saat itu ibu melarang saya menggambari sudut halaman buku lagi, sejak saat itu pula saya menganggap wali kelas saya sebagai tokoh yang galak, jahat, judes, dan tukang mengadu–maafkan saya ibu guru, tapi itu semua kan cuma sudut pandang naïf seorang anak kecil.

Kesenangan saya terhadap film juga terbentuk lewat Ayah, beliau sering membawa saya nonton bioskop, walaupun hanya selang beberapa minggu sekali (sebab kebanyakan film bioskop untuk orang dewasa). Kebiasaan menonton–meski tak terlalu intens–terus berlanjut sampai saya mulai kuliah, hanya saja selama itu saya hanya bisa memahami film dengan rasa takjub, bak seorang anak kecil yang disuguhi pertunjukan sulap di tenda sirkus. Sampai saat saya mulai membaca buku yang saya temukan di toilet tersebut. Buku itulah yang telah  membangunkan kesadaran saya terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah film, kedalaman makna dari kenikmatan, keasyikan, bahkan ketakmungkinan, dan ketergangguan yang mampu dihasilkan oleh sebuah film. Buku itu secara otomatis telah merubah sudut pandang saya terhadap film, tanpa mengurangi rasa takjub saya. Bukan hanya itu, buku itu juga telah menjadi awal dari keasyikan yang saya peroleh dalam mengasah sense of reality. Saya semakin haus pada pengetahuan tentang film.

Singkatnya, pada tahun 1998 kemudian saya pindah ke jurusan Filmologi (sekarang Kajian Media) di Fakultas Film dan Televisi (FFTV) IKJ, dan akhirnya lulus juga pada tahun 2001 dengan judul skripsi “Sinema dan Modernitas: Kasus Studi Si Doel Anak Modern (1976).”

Asrul Sani memang tidak pernah memberi kuliah kepada saya secara langsung, namun saya ingin sekali mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada beliau, karena telah menerjemahkan buku “The Art of Watching Film” karangan Joseph M. Boggs itu, sebab kalau bukan karena buku tersebut mungkin saya tak akan pernah belajar memahami nilai-nilai dalam sebuah film, dan masih menjadi bagian dari penonton awam (baca: lautan massa anonim) yang hanya bisa menyaksikan dengan keterpesonaan semata. Untuk itu saya telah menempatkan beliau sebagai guru analisa film yang pertama dalam legenda kehidupan saya.

Bagi saya persoalannya bukan cuma sebuah kebetulan-kebetulan belaka, sebab saya percaya, bahwa setiap manusia memiliki legenda kehidupannya masing-masing, dan setiap kejadian dalam kehidupan seseorang itu saling terkait dan pengaruh mempengaruhi satu sama lain membentuk suatu bangunan takdir yang utuh, karenanya, maka hal terkecil pun akan tetap menjadi elemen penting yang akan menentukan keseluruhan legenda kehidupannya.

Asrul Sani mungkin tak pernah mengenal saya, kami mungkin memang tak pernah ditakdirkan untuk bertemu secara langsung dalam kehidupan di dunia ini, namun takdir telah mempertemukan Saya dengan Asrul Sani dengan cara yang lain, dengan cara yang hanya diketahui oleh takdir itu sendiri. Kalau bukan karena Asrul Sani yang menerjemahkan buku “Cara Menilai Sebuah Film” itu, mungkin saya tidak akan tertarik untuk membacanya, dan tak akan pernah belajar bagaimana ‘menilai sebuah film,’ tak akan pernah lulus di jurusan filmologi, dan tak akan pernah menulis tulisan yang sekarang sedang anda baca ini.

Sampai sekarang buku itu masih saya simpan, saya seperti tidak pernah akan selesai membacanya. Jika saja, pada suatu saat nanti–entah bagaimana–pemiliknya datang meminta kembali buku itu, sesungguhnya saya lebih suka menggantinya dengan membelikan yang baru, sebab buku kumal yang saya temukan di toilet itu kini telah memiliki arti tersendiri dalam sejarah kehidupan saya.



# Maksudnya menekuk buku kedepan dengan kedua tangan lalu melepas lembar demi lembar halamannya dengan cepat menggunakan bantuan ibu jari tangan kanan sebagai penahan, sehingga menimbulkan efek bergerak pada gambar-gambar yang ada di sudut halaman-halaman buku.

Comments
  1. reinelda qhair S says:

    salam kenal
    mas jurusan perfileman ?
    apakah masih punya buku2 film? salah satunya buku asrul sani yang berjudul cara menilai sebuah film ?
    jika masih ada, saya bpleh mengcopy nya?
    saya butuh buku2 film untuk menyelesaikan tugas ahir saya
    saya sangat mohon bantuan dari mas
    terimkasih

    • budiwibawa says:

      Salam kenal Rien, ya saya lulusan filmologi IKJ. Dulu sempat mengajar juga di IKJ tapi sekarang sudah tidak lagi. Saya masih punya buku itu dan beberapa buku lagi tentang film. tetapi kebanyakan berbahasa inggris dan kajian. Kalau boleh tau kamu kuliah dimana? tugas akhirnya tentang apa?

  2. Ety says:

    Mas.. saya sedang mencari buku itu… dan sedang membutuhkannya untuk calon skripsi saya mengenai ekranisasi. Mas.. kalau bisa, saya mau minta alamat emailnya, saya ingin meminta tolong untuk calon skripsi saya. terima kasih

Leave a comment